Kamis, 27 Maret 2008

Gelas

Suatu hari, pulang sekolah anak kami yang masih SD membawa beberapa gelas untuk dihiasi, ’Mah, tolong dihiasi, ini ada cat khusus untuk keramik. Setelah selesai gelas akan dibawa lagi ke sekolah untuk di bakar di oven’.
Desain apa yang akan dibuat? Tiba-tiba kami berpikir tentang ’minum’, tentang ’gelas’.
Ya, saban hari kita melakukan yang satu ini:minum memakai gelas. Semua dilakukan otomatis.
Padahal minum punya banyak makna.
Bagi orang tertentu minum cuma pemuas rasa haus.
Minum bisa pakai gelas apapun, asal tak haus lagi.
Bagi orang lain, minum itu bermakna. ritual, bahkan sakral.
Di Jepang sampai ada upacara minum teh. Tentu gelas dan peralatan minumnya istimewa. Gelas yang tepat untuk suasana yang tepat.
Desain gelas, bahan gelas, cara minumnya dan cairan di dalamnya dihayati
sebagai satu kesatuan.
Gelas penting.
Gelas tak hanya mewadahi air pelepas dahaga, karena…
jangan lupa, ada pula dahaga yang lain, yaitu
dahaga akan keindahan.


Hasil desain gelas karya mama

Minggu, 23 Maret 2008

Kreativitas itu Tenaga



Itu sebabnya ada istilah ”daya ”kreatif,
itu sebabnya ia disebut sebagai ”potensi” kreatif .

Anak- anak kecil itu mahluk yang lemah, namun
tenaga kreatifnya dahsyat
.
Butuh tenaga kreatif besar untuk mencipta begitu banyak gambar, mewarnai bidang-bidang yang luas dengan pensil, cat atau krayon. Sepertinya ia tak bosan bosan berkreasi. Yang sering bosan justru orang dewasa.

Orang dewasa walaupun berotot besar
sebenarnya justru sosok paling lemah
jikalau mereka telah kehilangan daya cipta
. Mereka mungkin bisa meniru lagak anak mencipta dan menggambar, namun hatinya tidak disana. Mereka bekerja tapi tanpa tenaga dari dalam. Mereka digerakkan oleh tenaga-tenaga dari luar dirinya untuk berkarya. Daya tarik uang misalnya. Mencari penghasilan halal memang tak salah. Tapi membunuh daya kreatif itu baru kesalahan.

Padahal kreativitas itu anugerah Tuhan buat kita semua yang bernama manusia. Sejak kecil tanda tandanya sangat jelas. Tetapi sebagian manusia tidak memeliharanya. Manusia memadamkannya, membungkamnya atau bahkan membunuhnya.
Sedihnya itu seringkali dilakukan di lembaga yang terhormat bernama :sekolah.

Kita perlu belajar dari anak kecil ,
lihatlah bagaimana ia berkarya, amati matanya,
seraplah semangat mereka.

Apa yang mereka tunjukkan bukan tingkah polah kekanak-kanakan, tetapi suatu fase teramat penting dalam kehidupan manusia, yaitu ketika tenaga kreatif mengaliri sumsum dan jiwa mereka. Suatu fase yang harus dipelihara dan terus dikembangkan.

Kreativitas Memanggil











Manusia mencipta bukan karena kebutuhan semata, tetapi kreativitas memanggilnya. Ini tampak dari perilaku manusia yang senang mencoba, trial and error dan eksploratif dalam berkarya.
Kreativitas Anugerah Tuhan, memampukan kita untuk mencipta/ mengolah bahan mentah dari alam: tanah, batu, kayu, air menjadi sesuatu yang memperkaya jasmani rohani kita. Contohnya plastik , kertas, kain diolah dari benda mentah alami menjadi benda-benda budaya, dari nature ke culture. Kalau bukan karena panggilan kreativitas barangkali kini kita masih menulis di atas batu bukan kertas, barangkali kita belum menemukan kancing baju.

Selanjutnya, benda budaya hasil kreasi tadi dapat menghasilkan sampah yang jika dibiarkan akan berbalik mencemari alam. Alam tercemar merusak ekosistem. Bila alam rusak berarti kita juga akan rusak, karena kita bagian dari alam.
Untuk itu kreativitas sekali lagi memanggil. Kini kreativitas berhadapan dengan benda alam olahan tangan manusia alias benda budaya. Atau barangkali lebih tepat disebut limbah atau sampah. Kreativitas anugrah Tuhan begitu ajaib, sekali lagi ia mengolahnya, membuat refunction atau reuse atau recycling dari limbah budaya tadi. Lahirlah karya baru dari bahan bekas.

Contohnya benda benda karya seorang anak SD pada foto di atas. Sekilas ini tampak seperti prakarya biasa. Tapi bila direnungkan mendalam kita melihat satu contoh nyata mengenai apa yang dibahas diatas tadi tentang panggilan kreativitas.
Lihatlah bagaimana ia mengolah kancing bekas menjadi gambar aneka bunga, sumpit menjadi boneka mini, limbah butiran styrofoam menjadi ”snowman mini”. Semua dikerjakan tanpa contoh, tak ada penugasan dari sekolah ataupun suruhan dari orangtua.
Kreativitas yang memanggilnya dan menggerakkannya.
Masihkah kita mendengar panggilannya ?

Jiwa Baru Kapur Tulis







Kami sengaja memberi anak anak kami kapur tulis warna warni dan menunjuk tembok depan rumah sebagai bidang berkarya. Mereka amat senang. Dengan bebas mereka mencoba aneka warna kapur untuk membuat kartun, tulisan, grafiti, diagram, pendeknya mereka bebas.
Kapur yang murah, sederhana, bisa menjadi media penyeimbang permainan anak yang bersifat virtual seperti Play Station dan Game Komputer. Dunia anak memang semakin virtual. Anak kami memiliki setumpuk kaset game. Ada game simulasi perang, dunia dinosaurus, balap mobil dsbnya. Game semacam ini seru dan lengkap, namun menjauhkan anak dari dunia nyata. Dengan memegang kapur, tangan bisa merasakan panasnya kapur, tangan terkena lunturan kapur, kulit meraba dinding yang kasar. Ketika ia menggambar ia mengeksplorasi bidang dan ruang real bukan ruang khayali. Kontak fisik semacam ini mengasah kepekaan inderanya terhadap bidang 2 dimensi dan 3 dimensi, selain itu mereka juga kontak dengan karya temannya (sosial). Kontak dengan realita amat perlu bagi anak. Anak sebagai manusia bukan hanya terdiri dari mata dan telinga. Ada indera peraba, penciuman dan pengecapan yang perlu dikembangkan.

Surat sudah Mati?



Kapan terakhir Anda berkirim surat? Mungkin Anda masih bersurat-suratan dengan seseorang jauh di kampung sana atau mungkin juga sudah jarang. Tetapi yang pasti, kini berkirim surat sudah jarang dilakukan orang.
Tak tampak lagi orang berjejal mengantri di kantor Pos mengantri membeli perangko dan mengirimkan suratnya. Masih terbayang kita menantikan tukang pos membawa surat berisi kabar baik dan dengan berdebar kita membuka surat,. Suasana semacam ini semakin langka. Kini paling banter surat menyurat dilakukan dalam rangka urusan kantor, sebagai dokumen tertulis.
Kini orang lebih suka mengirim SMS. SMS lebih murah, cepat, dan gengsi tinggi.Mungkin itu sebabnya SMS gemar menggunakan bahasa yang super ringkas. Dalam hitungan detik kita dapat mengetahui kabar mutakhir tentang seseorang yang jauh dari kita. Melalui SMS kita dapat menyebar satu pesan kepada banyak orang. Belum lagi fasilitas MMS yang memampukan kita mengirim gambar/foto. Komunikasi jadi praktis, murah lebih seru dan mudah diakses. Matikah surat? Tidak.
Surat yang sudah lama ditinggalkan orang karena tak praktis dan lamban ternyata punya keunikan tersendiri.
Orang harus benar benar berpikir sebelum menuangkan pikirannya kedalam tulisan. Akan janggal bila suratnya menggunakan singkatan bak SMS. Pada surat kita dapat membaca kepribadian penulis melalui corak tulisan tangannya, pilihan kertas dan amplop. Seakan pribadi pengirim hadir menjelma dalam ujud surat.
Surat tak perlu mati dijaman SMS ini, surat masih bisa hidup karena ia punya kelebihan tersendiri. Asal tahu memanfaatkannya, surat dapat menjadi media yang efektif untuk membangun relasi antar manusia. Ada beberapa contoh:
Teman saya mengalami bentrokan dengan ayahnya. Bentrokan yang diwarnai dengan adu mulut. Akhirnya mereka tak saling sapa. Sebab berbicara berarti perang lagi. Teman saya ingin menyelesaikan perkara. Tiba tiba ia dapat gagasan, ia menulis surat, ditujukan kepada sang ayah. Surat untuk orang serumah. Surat dikirim dan isi surat ternyata dapat mencairkan kebekuan komunikasi.
Di rumah kami, sibungsu juga sering surat-suratan dengan mamanya. Bukan karena bermasalah atau karena mamanya jarang ada di rumah, Tetapi surat untuk bermain, mempererat hubungan dan menghibur diri. Omong langsung juga bisa, tetapi melalui surat ternyata ada nuansa yang berbeda

”Halo Ma! Abis tidur nieH! , Ala lagi nulis surat untuk mama boleh ngak? Buka pintunya biar Ala bisa bersayangan sama Mama! ya boo...
Buat : Mama
Dari: Kayla

Jawab:
Halo Lala
Aku belum Bobo, abis Ala ribut2 terus siiih...Sekarang mama buka pintu deh biar bisa bersayangan sama si Ompong hehe hehe! Ayo sini Boo...!

Kayla;
Iyalah. Ala terima deh tapi jangan bilang.........
dstnya......

(Ada banyak surat-surat macam begini di rumah)

Jumat, 14 Maret 2008

Surprise




























Pernah mengalami surprise? Surprise merupakan bagian penting dalam komunikasi dan tentunya juga dalam komunikasi visual. Surprise dalam desain grafis mempertajam pesan, membuat pesan mudah diingat dan memberi nilai tambah pada desain.


Surprise harus pas. Bila berlebihan surprise bisa jadi shock,

bila kurang atau ragu surprise jatuh menjadi antiklimaks.


Anastasia Cindy/Acin, salah satu murid desain grafis saya merupakan contoh yang sukses menggunakan surprise dalam desain.

Dari kulit terluar kemasan ia sudah mengundang tanya. Terus demikian hingga interior kemasan dan akhirnya pesan melalui kartu ucapan. http://grafikologia.blogspot.com/

Senin, 10 Maret 2008

Estetika Rajutan





























Kita sering kagum melihat rajutan tangan. Rajutan mengesankan kesabaran, ketekunan dan ketepatan yang tinggi. Semakin kagum lagi kalau melihat variasi rajutan, tekstur, pola dan kombinasi warna yang indah dalam ujud sweater, topi, syal, pouch, sarung tangan. Karena tingkat kesulitannya semakin tinggi.





Karya-karya berikut ini memenuhi semua kondisi di atas. Plus, pembuatnya berusia delapan puluh satu! Plus, itu semua dihasilkan dari tangan yang sakit rematik berat. Dan semua hasil rajutan yang dibuat susahpayah itu semata untuk diberikan kepada orang lain, dari bayi, anak,
ABG hingga opa-oma. Semua menikmatinya, semua senang,



Ada pelajaran yang bisa ditarik dari pekerjaan rajutan tangan oma-oma:
Estetika atau yang bagus itu tak bisa dilepaskan
dari yang apa benar
dan yang apa baik.

(Rajutan, karya Ibu Hana Sulaiman, 81 tahun)






















Literacy: Mari Melek

nature literacy
Pelajaran apa yang paling mendasar di SD ? Menurut saya ya belajar membaca dan menulis atau membuat siswa melek aksara. Bila anak masih buta aksara mustahilah ia dapat mengikuti pelajaran lainnya apalagi melanjutkan kejenjang lebih tinggi.

Tapi di era kita hidup sekarang, melek aksara baru kemampuan tahap dasar. Bahkan boleh dikata melek aksara belum cukup menjadi bekal mengarungi kehidupan ini. Orang yang melek huruf bisa masih buta visual, buta media dan buta komputer. Orang kini butuh visual literacy, media literacy, computer literacy, bible literacy, design literacy dan banyak jenis literacy lainnya.
Bahkan untuk kondisi Indonesia masa kini tampaknya kita butuh social literacy (belajar peduli terhadap orang lain), nature literacy (belajar dari kebijakan susu-suku pedalaman yang hidup selaras dengan alam dan peka terhadap alam).
Dengan demikian mungkin penggundulan hutan akan jauh berkurang,
Orang miskin lebih tertangani, penderita gangguan jiwa menurun.

Literacy yang semula berkaitan dengan dunia aksara dan berarti kemampuan/penguasaan baca tulis kini memperoleh perluasan makna menjadi kemampuan memahami dan memanfaatkan media, rupa, teknologi dsbnya. Lantas bagaimana caranya dan dimana kita mempelajari semua itu?
Caranya adalah memiliki mental pembelajar: buka mata buka telinga dan buka hati alias lapang dada bersekolah di sekolah kehidupan.
(Foto: karya Ibu Nani, )


word literacy






Imitasi vs Kreasi








Saya paling benci melihat bunga imitasi. Di kantor kami, di ruang sebelah ada satu rangkaian bunga imitasi. Mungkin orang memasang bunga imitasi dengan alasan praktis, tak usah repot karena bunga awet, lagi pula suasana jadi segar. Namun, bagi saya, memajang bunga imitasi justru membuat suasana jadi sangat plastik/palsu, karena sebagus apapun, semirip apapun bunga itu tetap imitasi. Auranya bukan aura alam/kehidupan tapi aura buatan/kepalsuan.

Anak saya, senang bunga. Ia suka membuat rangkaian bunga mini dari halaman rumah yang dirangkai dalam gelas. Tetapi suatu ketika ia menunjukan bunga buatan dan saya menyukainya. Mengapa? Saya pikir karena ia tidak meniru seperti bunga-bunga plastik yang menipu mata kita. Melihat bunga imitasi kita kecewa, karena yang semula kita kira asli, ternyata buatan. Namun bunga anak saya berbeda. Ia membuat interpretasi terhadap bunga alami. Lihat saja, sulit mengidentifikasi bunga apa ini. Ia terbuat dari kertas, kancing dan glitter emas disatukan dengan lem. Namun ketika dipadukan kita melihat satu kesatuan yang baru. Ini bukan bunga imitasi tapi bunga kreasi.Bagi saya aura yang dipancarkan adalah kecantikan, kelembutan dan amat meditatif melihat bunga kreasi ini.
(Bunga, karya maudy, 5 SD)

Minggu, 09 Maret 2008

Fotografi Hape
















Dalam menjalankan hobi foto, ada 2 pola yang bisa kita jalani:
Sebut saja pola perfeksionis dan pola adaptif. Kelompok pertama adalah
pencinta fotografi yang amat peduli dengan kualitas hasil jepretannya. Lihat saja bagaimana mereka membicarakan berbagai tipe lensa dan kamera, perkembangan teknologi kamera digital belakangan ini yang mendukung obsesi mereka.Semakin canggih kamera semakin memungkinkan mencapai keindahan yang didamba. Tentu saja ini harus didukung oleh kantung yang tebal untuk membeli semua peralatan dan asesori fotografi.

Kelompok kedua lebih realistik, mereka lebih memilih menyesuaikan diri dengan kondisi yang terbatas daripada mengejar kesempurnaan. Tak masalah bila kamera berteknologi rendah. Mereka memanfaatkan kekuatan kamera dan meminimalisir kelemahannya. Dengan sikap semacam ini mereka justru dapat menghasilkan karya yang unik dan khas. Bahkan mereka bereksplorasi dengan teknologi kamera pra digital karena bagi mereka kualitas ada pada kekhasan karya. Lihat saja Lomo photography, Pin Hole Photography dsbnya.

Fotografi dengan Hape juga terbatas. Tapi justru keterbatasan ini dapat dimanfaatkan untuk membuat foto-foto unik. Foto-foto disini dibuat dengan kamera Hape 1 megapixel.
Di potret oleh seorang ibu rumah tangga, namun dengan hasil yang maksimal memanfaatkan keterbatasan kamera HP. Lihat bagaimana warna dan cahaya yang kurang sempurna ditangkap lensa kecil hape tetapi justru menjadi bagian dari keindahan komposisi foto. (Foto: karya Ibu Nani, 45 tahun, )

Senin, 03 Maret 2008

HOMO HOMINI LUPA


Kamu diberi dua mata,
tapi kamu belum bisa melihat derita kami
Kamu diberi dua telinga,
tetapi kamu belum juga mendengar jeritan kami
Kamu diberi dua lubang hidung,
tapi kamu tak mampu mengendus kebusukkan
sampai ada yang mati kelaparan
padahal kamu tak pernah berhenti bernafas melaluinya
Kamu punya dua kaki
Tapi kamu tak bergegas menghampiri kami
Kamu cuma ongkang-ongkang kaki
Kamu punya dua tangan
Tapi kamu pakai untuk menutupi matamu, telingamu,
hidungmu. Kapan tanganmu terulur bagi kami?


Kamu cuma diberi satu lidah
Tapi kamu makan sebanyak banyaknya
kamu makan beras kami, kamu makan listrik kami, kamu
makan tanah kami, kamu makan minyak kami
kamu makan semuanya

Kamu cuma diberi satu mulut, bukan dua
Itu supaya
kamu setia
pada janji janjimu

Itu supaya
kamu setia
pada sumpahmu