Minggu, 18 Mei 2008

Wajah 2
















WAJAH SUDAH ADA SEBELUM TV, Film, Buku, lukisan, mobil, rumah. Bayi pertama menatap wajah ibunya dan ibu berbisik sambil tersenyum,” ini mama.”
Wajah diperkenalkan kepada anak kecil. Demikian sebaliknya, ibu menatap wajah anaknya dalam-dalam.
Dibanding anggota tubuh yang lainnya, wajah ada di tempat paling terhormat, ia ada di tempat teratas, strategis, mudah dilihat. Untuk menghina, wajahlah yang diludahi dan ditampar. Kita dapat menolak kehadiran seseorang dengan membuang wajah kita. Pada dasarnya wajah itu ekspresif, merupakan cermin tulus perasaan hati. Namun ada orang yang melatihnya sedemikian rupa justru untuk menyembunyikan kejujuran.

Budaya boleh beda, kebiasaan boleh lain, namun apapun bangsa dan rasnya, tak sulit bagi kita untuk memaknai senyum, tangis dan tawa di wajahnya.
Melalui wajah getaran bahagia atau duka seolah bisa disalurkan kepada orang lain.
Wajah, tak terhitung berapa rol film, berapa jepretan kamera diarahkan kepada wajah manusia.Para seniman tak kenal bosan mengangkat wajah sebagai tema lukisannya.
Lihatlah lukisan Monalisa. Apa yang membuatnya termasyur, bukan cantiknya tapi wajahnya.
Gambar-gambar dalam tulisan ini memperlihatkan bagaimana seorang anak terpikat pada wajah. Terlihat bagaimana ia memfokuskan diri pada mata, dalam menggambar ia tak semata meniru apa yang ia lihat, tetapi ia berusaha menangkap ekspresi atau jiwa dari apa yang ia lihat. Demi ekspresi ia melakukan distorsi dan deformasi. Untuk itu mata bisa menjadi titik atau bentuknya diperbesar. Wajah memang menyimpan seribu misteri, ia bagai mata air yang tak ada habisnya ditimba.

Tidak ada komentar: