Senin, 20 Oktober 2008

Disapa Alam, Setiap Hari


Setiap pagi ritual sapa menyapa bekerja. Di kantor, di kampus, di sekolah, di kompleks di jalan bila Anda berjumpa dengan teman, dosen, mahasiswa, tetangga terjadilah ritual tersebut. Mulai dari yang basa-basi hingga yang tulus ikhlas. Dari yang ’selamat’ pagi’, ’hallo, apa kabar’, ’hai’ dan segala variannya. Rasanya kurang sopan bila kita tak bertegur sapa, karena betapapun basa-basinya ritual tegur sapa tetap dibutuhkan sebagai pelumas komunikasi antar manusia.
Di samping sapaan orang, sebenarnya alampun menyapa kita setiap saat.
Pagi hari ia menyapa dengan memberi nada optimistik lewat sinar mentari pagi.
Anak-anak bayi mungkin mahluk yang masih peka dengan sapaan pagi, perhatikan betapa gembiranya mereka berceloteh saat bagun pagi.
Adakalanya kita disapa oleh hujan gerimis yang romantis pagi hari, membuat orang betah
berhangat- hangat dibalik selimutnya.
Cobalkah keluar rumah pagi hari, maka udara segarpun menyapa kita. Pikiran jadi segar, hati jadi gembira. Seolah kita diberi kesempatan lagi untuk memulai hari dengan udara baru dan segar.
Sapaan alam ada dimana-mana. Yang perlu dilakukan adalah membuka mata, telinga batin kita untuk menyadarinya.
Daun-daun berguguranpun bisa menjadi sapaan alam yang menyentuh hati. Daun berguguran bukanlah semata-mata sampah yang harus disapu dari halaman .

Tadinya Akrab, Kini Orang Asing

Seringkali orang terlambat menyadari kalau dirinya itu juga merupakan bagian dari alam.
Ia lupa, ribuan pohon yang ditebanginya itu mengeluarkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Ia begitu asyik mengeksploitasi alam habis-habisan sampai tiba-tiba terjadi bencana alam banjir, longsor dan badai dan aneka penyakit. Selidik punya selidik ternyata semua bencana ini bersumber dari sikapnya sendiri.
Sebenarnya, intinya adalah manusia modern sudah tidak akrab lagi dengan alam, ia orang asing terhadap alam. Salah satu penyebabnya adalah karena terlalu akrab dengan uang. Banyak contohnya. Hutan dengan keanekaragaman hayati tanpa ampun di gunduli demi kayu, atau demi pertambangan. Pepohonan diperkotaan digusur untuk lahan billboard. Lapangan rumput hijau bertaman rindang jadi lapangan aspal bertembok beton supaya mall punya lahan parkir.
Sikap asing ini juga ditunjukkan dengan sikap tak suka akan kehadiran pepohonan di lingkungan sekitarnya. Ada daun gugur saja bisa membuat orang marah. Padahal daun gugur itu bagian dari siklus alami pepohonan. Daun gugur bisa menyuburkan tanah, bisa membuat landskap variatif.
Manusia dan alam ibarat sepasang suami istri yang jarang bertemu. Sang suami pergi mencari sesuap nasi meninggalkan istrinya sekian lama, sehingga ketika ia pulang istrinya telah menjadi orang asing baginya. Sirna sudah segala keakraban cintakasih yang semula menyatukan mereka.