Rabu, 23 Juli 2008

Piala Euro Di Pekarangan Rumah







BOLA!BOLA!BOLA! Demam bola bisa menjangkiti siapa saja. Dengan kadar infeksi yang berbeda-beda.
Ada yang akut ada pula yang kronis.

Foto foto berikut ini diambil ketika piala Euro masih berlangsung, ini terjadi di halaman rumah kami.

Sebenarnya yang suka bola adalah anak lelaki kami. Tetapi, ia sering menularkannya pada adik-adik perempuan, pada saudara sepupu, bahkan....
adik perempuan kecil juga ikut bermain bola........
belum cukup....anjing kami, si Moli,
juga ambil bagian.

Dua Layar Kaca


Pernah nonton TV atau VCD dalam bus antar kota? Lumayan juga, perjalanan panjang jadi tak terasa apalagi kalau filemnya cocok. Namun sebenarnya ada satu layar kaca lagi yang juga menghadirkan tontonan yang tak kalah menariknya, yakni jendela bus. Tentu apa yang tersaji di TV dibanding di layar jendela bus masing-masing punya kekurangan dan kelebihan tersendiri.

'Penonton' layar kaca bus tampaknya harus lebih aktif mengamati apa yang terjadi dan mempersiapkan diri sebelumnya (baca artikel sebelumnya: duduk dalam bus, mengolah batin). Beda dengan penonton TV/VCD yang relatif tinggal mengikuti jalan cerita filem ( scene, shot, plot) dan selera tontonan apa yang ingin dinikmatinya.


Selasa, 22 Juli 2008

Duduk Dalam Bus, Mengolah Batin

APA YANG ORANG LAKUKAN KETIKA HARUS BERADA BERJAM-JAM DALAM KENDARAAN KE LUAR KOTA? Minggu lalu kami para dosen berada dalam satu bis, 6 jam lamanya, menuju Purwokerto dalam rangka menghadiri pesta pernikahan rekan kami. Menarik bagi saya untuk mengamati apa yang dilakukan orang selama itu. Mulai dari yang lazim seperti ngobrol, tidur dan makan hingga yang khusus/unik seperti mengamati apa yang tampil di Jendela kaca bis (padahal ada TV lho..)

Ada kawan yang sibuk mengantisipasi kebiasaan mabuk perjalanannya dengan minum antimo dan ia terlelap sepanjang perjalanan. Ada pula yang repot mengurusi mualnya sepanjang perjalanan, karena medan yang di tempuh bus di luar dugaan mengocok perutnya.
Kontras dengan kelompok yang barusan disebut adalah kelompok penikmat perjalanan.
Dalam kelompok ini ada teman yang membawa kertas untuk gambar sketsa begitu ada ide terlintas, rupanya pikiran mengembara selama perjalanan bisa inspiratif. Ada teman yang senang melihat tipografi lama di pertokoan atau vernakular di kota-kota kecil. Selanjutnya ada pula teman yang gemar melihat bengkel dan garasi. "Siapa tahu ada mobil lama/kuno yang di bisa dibeli untuk dipoles lagi jadi barang antik", Ujarnya. Maklumlah, ybs dari jurusan desain produk.
Beberapa ibu dosen suka melihat alam dan pohon unik yang mampir di pemandangan jendela bus. Memang benar, di kota mulai jarang kita melihat pohon tumbuh liar,
dan dikota pohon mulai homogen, tidak heterogen seperti di pedesaan.

Bagi kami,ternyata, duduk di bangku bus berjam-jam bisa jadi saat meditatif mengolah batin yang memperkaya jiwa. Di kota? Kita kerapkali alpa .....mana sempat punya waktu mengamati seperti itu?

Selasa, 15 Juli 2008

Bersyukur untuk Makanan

SAYA DAN ADIK-ADIK INGAT MASA KECIL SAYA. Di meja makan, tanpa tahu alasannya, saya dituntut untuk menghabiskan makanan yang ada di hadapan saya. Kalau belum tuntas, belum boleh meninggalkan meja makan. Kadang-kadang bisa curang juga, kalau orang tua tak mengawasi, sisa makanan yang wajib dihabiskan dibuang ke tempat sampah, kemudian kami memperlihatkan pada ortu bahwa piring telah kosong.

Belakangan, ketika dewasa, kami baru paham apa makna disiplin menyantap makanan tadi: bersyukur untuk berkat makanan. Barangkali ortu kami telah melewati masa sukar makanan bersama ortu mereka di masa perang dunia ke 2, sehingga menerima bisa beryukur atas makanan yang diterima.

Baru-baru ini saya dapat oleh-oleh cerita serupa dari teman yang berkunjung ke satu universitas di Cina. Singkatnya, tuan rumah menjamu delegasi dari Indonesia dengan menu makan yang luar biasa dari segi kualitas dan kuantitas. Pokoknya puas banget. Makanan disajikan bertahap, menu satu disajikan disusul menu berikutnya. Secara urutan penyajian, delegasi Indonesia melihat menu disusun berdasar tingkat kelezatannya. Semakin lama semakin klimaks, makin enak. Sampailah pada menu terakhir.

Sebelum disajikan, tuan rumah memberi pengantar bahwa para tamu harus mencoba menu rakyat Cina di tahun 60-an. Beberapa delegasi sudah tak sanggup karena kekenyangan, untuk kesopanan salah satu dosen mencoba hidangan jagung. Di benaknya jagung itu dibayangkan seperti jagung manis yang ada di tanah air. Begitu dicicipi, ternyata rasanya sangat tidak enak, pahit. Jagung jenis apa ini? Tuan rumah seperti sudah bisa menebak perasaan pemakan jagung, berujar, "Nah, itulah makanan yang kami makan 40 tahun lalu ketika rakyat Cina dilanda masa kesusahan luar biasa."

Ternyata hidangan terakhir sengaja dihidangkan untuk mengkontraskan antara makanan lezat masa kini dengan makanan penderitaan dulu.
Konon ritual menu macam ini biasa dipraktekkan di Cina, untuk mengenang masa itu, untuk bersyukur atas makanan.

Sadar & Seni

Kalau jalan-jalan keliling kampus seni rupa, saya sering sempatkan mampir di studio seni lukis. Saat itu studio sepi, tak ada kegiatan. Jadi saya bebas melihat-lihat lukisan yang ada di dinding, dilantai dan di atas meja. Banyak lukisan yang bagus menurut saya, namun yang menarik bagi saya bukan hanya kepiawaian tangan para pelukisnya, tetapi ada sisi lain dari hasil karya itu.
Melihat karya buka ternyata juga menumbuhkan ’kesadaran’. Ya, setiap berhadapan dengan lukisan ada satu kesadaran baru. Setelah melihat lukisan bunga Van Gogh, misalnya timbul suatu ’kesadaran’ yang sukar dilukiskan dengan bahasa verbal. Setelah pengalaman tadi, saya akan memandang bunga, terlebih bunga matahari, dengan kacamata baru. Pengalaman ketika melihat lukisan Van Gogh sebelumnya yang mempengaruhinya.


Bahkan, menurut saya, sangat mungkin ,berhasil gagalnya suatu lukisan bisa dinilai dari ada tidaknya ’kesadaran ini’ . Bisa terjadi teknik pelukis luar biasa fasih, karya lukisannya luar biasa mirip dengan objek yang dilukis, namun miskin’ kesadaran’.

Ya, karena semakin ’sadar’ semakin apresiatif. ’Sadar’ itu tak berarti saya harus mengerti makna lukisan secara kognitif. Kesadaran ini melampaui kemampuan rasio. ’Kesadaran’ itu hadir ketika berhadapan dengan karya Da Vinci, ketika berhadapan dengan karya Salvador Dali, Van Gogh, Modigliani, atau gambar karya manusia prasejarah di gua Lascaux. Apa yang kita sadari ketika berhadapan dengan karya seni rupa memperkaya batin kita. Ini mungkin yang pernah dikatakan orang bahwa seni itu bisa memperhalus budi.

Kamis, 03 Juli 2008



“A MAN
CANNOT LIVE
WITHOUT
WONDER”
Varvara Stepanova