Jumat, 30 November 2007

Berkarya dengan Kamera (Bagian 3)

Anak-anak sering tak tak terduga. Orang dewasa mungkin suka ragu mempercayai mereka. Apalagi benda berteknologi canggih seperti kamera digital. Maudy putri kami sempat kena semprot kami, karena salah pijit tombol kamera jadi macet. Tapi sebetulnya jika mau berpikir panjang, tindakan kami berlebihan dibanding dengan hasil yang ia perlihatkan. Mungkin lebih baik berpikir untuk "menambang harta terpendam memang butuh pengorbanan".

Berkarya dengan Kamera (Bagian 2)

Putri kami berkarya dengan media yang mudah dijangkaunya. Ia telah melihat ayah bundanya memotret keluarga. Namun ia punya pikiran lain. Biasanya ia menggambar, kini mengapa tidak berkaya dengan kamera? Tentu antara media tangan/menggambar beda jauh dengan media teknologi/kamera. Tapi rupanya bagi anak ini tak masalah. dengan mudahnya ia menyesuaikan diri.

Berkarya dengan Kamera


Kami membeli kamera digital sederhana. Harga berkisar 600 ribuan. Tujuannya untuk mengabadikan peristiwa keluarga seperti HUT, kelahiran, pertemuan keluarga dllnya. Pada suatu hari kamera dipinjam putri kami yang duduk di kelas 5 SD. Ia bukan memotret momen keluarga, tetapi apa yang menurut matanya indah di seputar rumah kami.

Kamis, 29 November 2007

Berpikir Kartun



Gambar berikut ini masih dibuat oleh anak yang sama (lihat artikel
Bahasa Kedua). Lihatlah bahwa anak tak sekadar mengambar buah.
Di dalam kreasinya tergambar pikirannya, idenya yang lucu.
Ini mungkin pantas diberi istilah
Berpikir Kartun.
Ya, kita dapat
menerapkan cara pikir macam ini sebagai alternatif berpikir menangani
berbagai masalah dalam hidup. Berpikir Kartun dapat membawa
kesegaran dalam melihat kehidupan. Tampaknya cara pikir ini juga inspiratif
dan mengurangi negatif thinking.
















Bahasa Kedua:Lanjutan

Puluhan lembar telah digambari. Ada yang di buku tulis bekas, kertas bekas fotocopy, nota dsbnya. Berbicara dengan bahasa gambar memang memerlukan media/suatu permukaan. Kita bisa mulai dari yang paling dekat dengan diri kita, yakni buku tulis. Lihat bagaimana anak SD menggambari buku tulis/buku sekolahnya ketika pelajaran terasa membosankan. Mengapa demikian? Apa yang dekat itu akrab, tidak mengintimidasi. Sebaliknya, ketika anak di beri buku gambar khusus, ia tiba tiba jadi "kagok".

Bahasa Kedua


Diambil dari buku sketsa Maudy(8 tahun). Anak ini menggambar apa yang ia lihat dan senangi.
Kegiatan menggambarnya bebas dari lomba lomba ambisius, bebas dari intimidasi kurikulum.
Menggambar itu bukan sekedar hobi atau ekspresi. Tapi telah menjadi bahasa kedua setelah bahasa Indonesia. Ia berbicara, berpikir, merenung bereksperimen dengan gambar.

Figur- figur perempuan


Maudy, ketika usia 8 tahun, kls 3 SD, 2005., membuat gambar gambar ini yang kemudian dilapisi plastik/laminasi. Dapat digunakan sebagai pembatas buku. Semua gambar mengambil objek wanita. Perhatikan gerak, ekspresi, model busananya, model rambutnya: masing-masing figur memiliki ciri khas tersendiri.

Rabu, 28 November 2007

Televisi


Mataku punya kawan
Kawan itu bermata satu

Bila kau berkawan dengannya
matamu mampu memandang
ke masa lampau atau ke masa depan
bertandang ke negeri jauh

Tapi kau patut waspada pasang mata
Si mata satu bisa membuatmu tertawan

dan membutakan mata nuranimu
Kau melihat berita derita
tapi tak tergerak berbagi harta


Matamu telah karib bersobat
dengan tayangan seru sehingga terkunci

buat tegur sapa
sanak keluarga terdekat

Itu karena matamu berkawan dengan
si mata satu
setiap hari dari pagi hingga larut malam
kau berkawan dengannya

Kini kau tinggal duduk gemuk
menonton
makan

menonton
makan
menonton

makan
................
lalu
mati

(rangkaian kata: rene)

Mata


Mata
Kata orang matamu itu dua
Makanya kata mereka pakai matamu dong
Betulkah?
Atau mungkin itu kata mereka
yang cuma punya dua mata?
Ya, karena mata mereka dua mereka bilang begitu.

Mata
Ketika aku bayi tak berdaya aku ingat
dua mataku belum jelas melihat mama
Tapi mata hatiku telah mengenal mama
Aku akan menangis bila bukan mama menggendongku
Mana mungkin tak kenal
Sembilan bulan aku menatap mama dikandungan

Mata
Ketika aku belajar disekolah perlahan
mataku yang lain mulai melihat pengetahuan
Sehingga aku kenal matahari, mataair, matabajak, matauang
Supaya kelak aku punya mata pencaharian.
Terimakasih ibu guru bapak guru, kau membuka mataku

Tapi tunggu, aku belum cerita mataku yang lain lagi
Mata yang melihat kebajikan melihat kebenaran
Ia bisa melihat karena nasehat orang tua,
Ia bisa melihat karena dituntun kitab suci Ilahi
Aku jadi sadar, orang melakukan kebaikan
karena ia telah melihat kebaikan

Masih ada mata lain lagi
Dengan mata ini aku bisa memasuki jagad seni
Dengan mata ini aku bisa membaca warna warni cat,
membaca goresan kuas, membaca batik, membaca ayaman dan
membaca patung Asmat.
Melihat keindahan yang tak bisa dilihat orang bermata dua

Kawan,
Kalau matamu lebih dari dua
Pasti kau bisa membaca makna dibalik
untaian kata kata ini.

(rangkaian kata: Rene)

Senin, 26 November 2007

Kamu Diberi Kepercayaan

Tahukah kamu bila mencipta berarti kamu diberi kepercayaan oleh Sang Mahapencipta. Kamu diberi kehormatan berada di sampingnya sebagai co creator.

Api daya cipta secara khusus dinyalakan dalam hatimu dan hati manusia lainnya. Api ini tidak menyala di tempat lain.

Alam semesta ini seluruhnya disediakan sebagai bahan mentahnya.
Kau bebas menggunakannya.
Menghormati kepercayaan berarti memelihara api dan merawat bahan mentah alami ini.

O, ya. Siapa saja yang Ia percayai? Seniman, mahasiswa, artis, bintang film, desainer grafis, pengrajin, kamu dan saya. Dan jangan lupa............anak-anak!

Terus terang anak-anak sering terlupakan. Padahal merekalah yang paling setia.
Mereka takkan mengecewakan Pemberi kepercayaan.

Sebab itu tengoklah anak-anak. Bagaimana mereka menggunakan kepercayaan.
Belajarlah dari anak-anak ketika mereka menggambar, menyanyi, bersajak dan bermain.
Setelah itu, barulah kamu bisa memahat batu menjelmakan patung.
Barulah kamu bisa mengolah kain menjadi
rancangan busana nan apik.
Barulah kamu bisa menggambar komik
yang menghibur massa.
Barulah kamu bisa melukis kanvas sederhana
sehingga jadi lukisan bernilai.

Lakukan itu semua dengan penuh hormat atas kepercayaan pemberianNya.

(inspirasi dan foto dari anak Kayla, 7 tahun, fotografi oleh Naniwati)

Senangnya Berkreasi

Berkreasi itu dimulai dari hati.
Ketika mata batinmu melihat yang tidak dilihat orang lain.
Berkreasi bisa pula dimulai ketika mata jasmaniah melihat

ciptaan Tuhan (nature) atau ciptaan manusia (culture).

Apa yang kamu lihat? Mungkin sesuatu yang samar atau tampak jelas dimata.
Percayalah, yang samar itu niscaya akan semakin jelas bila kau mulai menggerakkan tanganmu berkarya, sedang yang telah jelaspun akan mewujud nyata dalam karya bila kau tekun bekerja.

Sekarang kamu bertanya, dengan bahan apakah aku mulai?
Tengoklah apa yang terdekat dan terakrab dengan dirimu. Kertas tulis, pensil, kulit kacang, ranting, bunga, daun, kerang, rambut dan masih banyak lainnya.

Lantas apa yang kubuat? Apa tujuannya? Membuat kartu ucapan? Lukisan? Patung?
Janganlah memaksakan tujuan bila belum ada. Tirulah laku angin berhembus, ia datang
Entah dari mana dan pergi entah kemana. Demikian pula karyamu, tiba-tiba engkau berhenti dan berkata,”Nah, sudah selesai”.

Kemudian dengar dan saksikan bagaimana orang lain menanggapi buatan tanganmu itu.
”Aha, ini cocok buat hiasan dinding kamarku.”
“O, itu bagus sekali!”
Atau barangkali tidak ada komentar, hanya sekedar perubahan raut wajah menjadi senyuman. Ini semua bisa menjadi tujuan karyamu.

Adakalanya, ketika engkau sedang berkarya, orang lain menikmati bagaimana engkau menarik garis, menempel bunga, memulas warna- warni. Tentu saja engkau sendiripun menikmatinya. Inipun salah satu tujuan karyamu.

Karyamu itu akan seperti tanaman. Ia tumbuh di hati orang.
Ada berbagai tanaman, ada berbagai karya.
Ada yang seperti tanaman Anggrek, tak terduga.
Ada yang seperti tanaman rambat, berpengaruh.
Ada yang bak teratai, keindahan diantara keburukan.

Karyamu bisa bermanfaat untuk jangka waktu panjang,
bisa pula sekedar menyenangkan dengan menyentuh hati sesama.
Walau cuma sesaat, itu sudah cukup kawan.

(inspirasi dari mengamati anak Maudy, 10 thn/ilustrasi oleh Maudy juga))