(Mata merupakan organ tubuh manusia yang penting. Coba bayangkan bila kita tanpanya. Kita tak dapat menikmati TV, Film, komik kesayangan kita lagi .Mengingat betapa besar jasa mata bagi kehidupan manusia, ada baiknya kita wawancara sejenak untuk mendengar aspirasinya)
Penulis(P): Mata, apa yang terpenting bagi Anda sekarang?
Mata(M): Belajar Melihat dari Anak
P: Apa? Belajar melihat dari anak? Bukannya terbalik? Anak dong yang harus belajar melihat dari ortu. Karena anak belum bisa melihat bahaya mengintip disekitarnya, anak belum bisa melihat orang berniat jahat atau baik.
M: Itu benar, tapi bukan itu maksudnya.
P:Lantas?
M:Maksudnya ini,
Anak melihat berbagai hal yang dijumpainya dengan mata yang terpesona.
P: Orang Gede juga melihat dan terpesona. What’s the difference?
M: Begini, mata yang terpesona itu mata yang melihat segala sesuatu itu dengan rasa takjub dan fresh, seolah untuk pertama kalinya berjumpa. Kemampuan dan kepekaan ini juga dimiliki oleh para seniman. Namun pada anak, mata terpesona ini alamiah....
P: Ya iyalah, kan Orang bilang anak masih polos dan jujur.
M: Tunggu saya belum menyelesaikan kalimat saya...Pada orang dewasa kemampuan ini berkurang, atau bahkan sirna. Mengapa? Karena pendidikan yang terlalu menekankan pada rasio. Rasio menjadi patokan utama dan tertinggi. Akibatnya orang melihat apakah ini menguntungkan bagiku, apakah ini berguna, apa fungsinya ? Mata yang mengagumi itu tak ada lagi.Seharusnya rasio berkembang tapi tanpa membunuh kreatifitas.Untuk membangkitkannya, orang dewasa perlu banyak berlatih, langkah awalnya adalah belajar dari anak.
P: Tapi apa perlunya mata terpesona lagi?
M: Perlu dan penting sekali. Ini cikal bakal dari kreativitas.
P: Iya juga ya. Tadi katanya kita mesti belajar dari anak, lantas konkritnya gimana?
M: Itu berarti berani menanggalkan gengsi, mengesampingkan dominasi rasio, masuk dunia imanjinasi dan mengikuti dorongan bermain, tak hanya mengandalkan alam sadar tapi juga ambang sadar dan tak sadar.
P: Wah wah wah mulai ada teori-teori dan perlu waktu untuk penjelasan.Tapi sementara
cukup dulu, yang penting sudah punya gambaran kasar sekarang.
Nanti kita sambung lagi.
M: Oke, thanks.
Penulis(P): Mata, apa yang terpenting bagi Anda sekarang?
Mata(M): Belajar Melihat dari Anak
P: Apa? Belajar melihat dari anak? Bukannya terbalik? Anak dong yang harus belajar melihat dari ortu. Karena anak belum bisa melihat bahaya mengintip disekitarnya, anak belum bisa melihat orang berniat jahat atau baik.
M: Itu benar, tapi bukan itu maksudnya.
P:Lantas?
M:Maksudnya ini,
Anak melihat berbagai hal yang dijumpainya dengan mata yang terpesona.
P: Orang Gede juga melihat dan terpesona. What’s the difference?
M: Begini, mata yang terpesona itu mata yang melihat segala sesuatu itu dengan rasa takjub dan fresh, seolah untuk pertama kalinya berjumpa. Kemampuan dan kepekaan ini juga dimiliki oleh para seniman. Namun pada anak, mata terpesona ini alamiah....
P: Ya iyalah, kan Orang bilang anak masih polos dan jujur.
M: Tunggu saya belum menyelesaikan kalimat saya...Pada orang dewasa kemampuan ini berkurang, atau bahkan sirna. Mengapa? Karena pendidikan yang terlalu menekankan pada rasio. Rasio menjadi patokan utama dan tertinggi. Akibatnya orang melihat apakah ini menguntungkan bagiku, apakah ini berguna, apa fungsinya ? Mata yang mengagumi itu tak ada lagi.Seharusnya rasio berkembang tapi tanpa membunuh kreatifitas.Untuk membangkitkannya, orang dewasa perlu banyak berlatih, langkah awalnya adalah belajar dari anak.
P: Tapi apa perlunya mata terpesona lagi?
M: Perlu dan penting sekali. Ini cikal bakal dari kreativitas.
P: Iya juga ya. Tadi katanya kita mesti belajar dari anak, lantas konkritnya gimana?
M: Itu berarti berani menanggalkan gengsi, mengesampingkan dominasi rasio, masuk dunia imanjinasi dan mengikuti dorongan bermain, tak hanya mengandalkan alam sadar tapi juga ambang sadar dan tak sadar.
P: Wah wah wah mulai ada teori-teori dan perlu waktu untuk penjelasan.Tapi sementara
cukup dulu, yang penting sudah punya gambaran kasar sekarang.
Nanti kita sambung lagi.
M: Oke, thanks.
1 komentar:
he....he....he....
semakin kita ber-imajinasi dan dipraktekkan...
imajinasi itu semakin liar dan lebih liar lagi....
dan karena kita yang udah 'penuh dosa'
akhirnya imajinasi kita kadang jadi pembenaran suatu kenikmatan tuk diri sendiri
berbeda dengan anak-anak kita - kebebasan dlm berimajinasi lebih bersifat lebih 'bersahabat' dan 'ramah lingkungan' he....he....he.....
Posting Komentar