Anak suka bermain. Tak heran bila anak juga suka mainan. Mainan macam apa yang dimainkan anak masa kini? Mainan apa yang mendominasi pasar? Apakah mainan itu mendidik anak?
Jika pertanyaan ini diajukan kepada para pendidik, patut diduga kita akan menerima jawaban yang negatif. Banyak mainan yang tak edukatif, beresiko mencelakakan
anak, tak kreatif dan membuat anak jadi konsumtif.
Mainan jenis ini saya sebut sebagai Fast Toys(terinspirasi FastFood). Fast Toys adalah mainan instant, lazimnya dari plastik, sensasional, tak ramah lingkungan dan sering bersifat musiman seperti mainan yang popular karena filmnya juga popular. Dengan cepat mainan popular macam ini akan digantikan oleh mainan lainnya yang lebih atraktif.
Sebab itu Fast Toys menurut saya merupakan istilah yang tepat. Benar-benar tak bergizi bagi imajinasi dan mental anak (bak Fast Food tak bergizi bagi tubuh anak).
Sebaliknya, ada mainan yang saya sebut sebagai Slow Toys.
Slow Toys mungkin kurang sensasional dari segi visual, mungkin ’kampungan’,
mungkin tampak murahan, tapi nilai edukasinya amat sangat tinggi.
Slow Toys bisa dan seringkali keluar dari inspirasi anak itu sendiri. Atau bahkan anak bisa membuatnya sendiri. Slow Toys amat sangat ramah lingkungan. Selesai bermain, Slow Toys melebur kembali ke asalnya: jadi peralatan dapur, serbet, sarung , sapu dstnya.
Putri bungsu kami contohnya, mempraktekkan Slow Toys. Ia meminta omanya membuat balutan tangan dari kain. Ternyata maksudnya seperti balutan tangan orang yang patah tangan. Maka dibuatlah balutan dari kain seadanya. Kemudian setelah jadi, ia berjalan, berlari bagai anak yang sungguh-sungguh patah tangannya. Ketika ditanya darimana ia tahu balutan tangan, ia bilang ada teman sekolah yang tangannya diperlakukan demikian.
Jadi kami menyimpulkan, ketika ia sedang bermain dengan kain sebagai balutan, bermain peran, ikut merasakan bagaimana bila tangan dibalut seperti temannya.
Jika pertanyaan ini diajukan kepada para pendidik, patut diduga kita akan menerima jawaban yang negatif. Banyak mainan yang tak edukatif, beresiko mencelakakan
anak, tak kreatif dan membuat anak jadi konsumtif.
Mainan jenis ini saya sebut sebagai Fast Toys(terinspirasi FastFood). Fast Toys adalah mainan instant, lazimnya dari plastik, sensasional, tak ramah lingkungan dan sering bersifat musiman seperti mainan yang popular karena filmnya juga popular. Dengan cepat mainan popular macam ini akan digantikan oleh mainan lainnya yang lebih atraktif.
Sebab itu Fast Toys menurut saya merupakan istilah yang tepat. Benar-benar tak bergizi bagi imajinasi dan mental anak (bak Fast Food tak bergizi bagi tubuh anak).
Sebaliknya, ada mainan yang saya sebut sebagai Slow Toys.
Slow Toys mungkin kurang sensasional dari segi visual, mungkin ’kampungan’,
mungkin tampak murahan, tapi nilai edukasinya amat sangat tinggi.
Slow Toys bisa dan seringkali keluar dari inspirasi anak itu sendiri. Atau bahkan anak bisa membuatnya sendiri. Slow Toys amat sangat ramah lingkungan. Selesai bermain, Slow Toys melebur kembali ke asalnya: jadi peralatan dapur, serbet, sarung , sapu dstnya.
Putri bungsu kami contohnya, mempraktekkan Slow Toys. Ia meminta omanya membuat balutan tangan dari kain. Ternyata maksudnya seperti balutan tangan orang yang patah tangan. Maka dibuatlah balutan dari kain seadanya. Kemudian setelah jadi, ia berjalan, berlari bagai anak yang sungguh-sungguh patah tangannya. Ketika ditanya darimana ia tahu balutan tangan, ia bilang ada teman sekolah yang tangannya diperlakukan demikian.
Jadi kami menyimpulkan, ketika ia sedang bermain dengan kain sebagai balutan, bermain peran, ikut merasakan bagaimana bila tangan dibalut seperti temannya.
3 komentar:
he...he...he....
ada2 aja ya....
trus kepikiran juga tuk didokumentasi ...
wah...udahlah pak bikin buku pendidikan anak aja....
thanks, usulnya bagus,boleh juga suatu saat bikin buku. Tapi sekarang saya lagi asik menekuni blog,mengeksplor semua kemungkinan keterbatasannya, karena bagi saya blog itu ternyata punya sesuatu yang ngga ada di media buku: ada kebebasan, mungkin kadang boleh sedikit liar, kadang boleh serius, dan blog itu media yang amat demokratis....gitchu lho
pak...tapi kita harus simpan tulisan2 + tampilan blog nya
karena kita harus siap jika tau-tau semua blog ditiadakan gitu....
trus kan bikin buku bahannya ya tulisan blog pak....
Posting Komentar