Jumat, 27 Juni 2008

Pelajaran dari I am a Legend

Anak-anak sedang menonton DVD I am a Legend yang mengisahkan kolonel Robert Neville tinggal sendirian di kota dimana penduduknya terinfeksi virus Krippin. Virus ini semula dibuat oleh dr. Krippin untuk mengobati kanker, namun ternyata virus ini bukan menyembuhkan tapi ia bermutasi dalam diri manusia dan menjadikan orang seperti zombie. Orang yang tertular akan memangsa manusia lainnya. Demikian seterusnya hingga kota menjadi sepi. Pengidap virus ini tak dapat terpapar ultra violet, sebab itu mereka selalu bersembunyi di tempat-tempat gelap....

Saya tak bermaksud membuat kritik film disini, namun dari kisah I am a Legend kita melihat betapa suatu yang tadinya dibuat untuk kebaikan umat manusia bisa berbalik menjadi malapetaka kemanusiaan. Demikian halnya dibidang desain. Desain apapun dapat membawa bencana, padahal semula desain dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Contoh sederhana adalah plastik. Plastik itu suatu material yang kuat, mudah dibersihkan dan awet. Namun sekian puluh tahun setelah penemuan plastik, plastik ternyata menjadi masalah. Plastik terlalu awet untuk diuraikan oleh alam kita. Kita tak bisa dengan mudah membuang sampah plastik yang tak kita inginkan. Plastik bisa dikubur dalam tanah.Sebanyak mungkin. Ia memang lenyap dari pandangan mata namun akan tetap di sana satu tahun, dua,empat, lima.........tahun.? Dan ada begitu banyak sampah plastik diplanet bumi. Bagaimana mengatasinya? Mulailah manusia memutar otak. Syukurlah ada sedikit way out, yakni daur ulang sampah plastik. Tapi kita tahu, ini tak menghentikan produksi barang plastik, kantung plastik. Lantas orang lain mengambil solusi yang lebih radikal, yakni back to nature: membuat produk yang ramah lingkungan. Untuk itu perlu konsep desain yang selaras.

Mungkin kita boleh menengok ke masa lalu, 40 tahun kebelakng ketika anak anak masih bermain dengan pelepah pisang dan kulit jeruk Bali. Ketika anak bermain bunga dan aneka dedaunan. Ketika mereka bermain air dan matahari. Kini mainan semacam itu barangkali masih ada di desa- desa terpencil di tanah air kita. Sederhana memang, tapi ini salah satu konsep mainan anak yang ramah lingkungan.

Ketika kemasan makanan kita menjadi serba plastik, ingatlah akan makanan tradisional Indonesia yang di bungkus aneka daun hijau. Kemasan yang bersahaja tapi dengan tampilan estetik tinggi. Daun bukan hanya ramah lingkungan tapi sekaligus memberi aroma sedap pada makanan yang dikemasnya. Ini yang hilang ketika makanan jadi serba plastik. Saya kehilangan selera ketika melihat pedagang memasak lontong di kantung plastik.

Tampaknya tak ada salahnya bila kita menengok ke mainan yang kampungan, kemasan yang ndeso. Tak melihatnya sebagai langkah mundur, tapi mengkajinya secara saksama melihat filosofi bijak apa yang terkandung dibalik budaya material semacam itu. (Para peneliti dari FSRD ITB telah menghasilkan satu buku bermutu tentang kemasan makanan tradisional Sunda)

Film I am a Legend diakhiri dengan kematian Robert Neville namun ia berhasil menemukan antivirus krippin. Harapan baru bagi manusia terinfeksi merekah sudah.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

kalo kita makan pake daun - kita juga gak repot cuci piring pak he....he....he.....