Senin, 18 Agustus 2008

Tak Ada Mainan, Ya Main Tangan







SATU KARUNG RONGSOKAN MAINAN PLASTIK YANG HARUS DIBUANG.
Itulah hasil beres-beres rumah selama liburan. Ya, rongsokan itu berasal dari mainan anak lelaki kami 6 tahun lalu.
Kami ingat, ketika kecil bertubi-tubi ia dibelikan mobil-mobilan plastik, senjata plastik, truk, helikopter dsbnya. Mainan diberikan oleh orang tua, paman, bibi, teman.
Melihat sampah itu, kami berpikir apa betul anak baru bisa bermain kalau ada mainan?
Anak dan permainan tak dapat dipisahkan. Bermain merupakan salah satu cara anak mengembangkan imajinasi, mengekplorasi dunia, bersosialisasi dengan teman-temannya.
Bermain itu penting.
Itu bisa dilakukan dengan benda mainan atau tanpa mainan.
Benda mainan adalah benda yang dirancang khusus dan dijual sebagai mainan anak seperti mobil2an/boneka Ya, tentu saja kalau mau hemat kita bisa membuatkan mainan baginya dari kulit jeruk Bali, dari kayu dari bahan yang terdapat di sekitar kita yang murah dan aman. Atau dengan benda sehari-hari yang dialih fungsikan sebagai mainan (ember besar jadi perahu, sapu jadi bedil).
Tanpa mainan? Ya anak bisa bermain dengan hepi, murah meriah tanpa benda mainan seperti di atas. Bagaimana? Saya menyadari ini ketika melihat 4 anak kecil di pinggir warung di pasar sedang bermain, permainan tradisional dengan memanfaatkan anggota tubuh mereka, yakni tangan. Tangan dilipat, dikepal, dicubit, ditumpuk, digerakkan dstnya. Inilah permainan tanpa benda mainan. Inilah permainan tradisional kampung yang sudah tidak asing lagi, dimainkan sambil berpantun atau dilagukan.
Dari pengamatan saya melihat permainan ini juga bisa memenuhi fungsi sosial, keakraban, kontak fisik, kecekatan, melatih ikepekaan irama yang tidak kita dapati pada game komputer, minim pada benda mainan modern (yang banyak disentuh cuma boneka/mobil mainannya)Begitu banyak permainan modern yang tak memiliki dimensi ini.
Padahal , Indonesia kaya akan tradisi semacam ini.

Tidak ada komentar: